INAgri: Rantai Pasok Tidak Efisien Sebabkan Mahalnya Harga Beras di Indonesia

Devi Nila Sari
3 Min Read
Rantai pasokan disebut sebabkan harga beras mahal. (Ilustrasi)

Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) menyebut, rantai pasok yang tidak efisien menjadi penyebab mahalnya harga beras di Indonesia. Dimana, produksi beras melalui banyak tangan sebelum akhirnya siap jual di pasaran.

Akurasi.id, Jakarta – Laporan mahalnya harga beras di Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya menurut Bank Dunia mendapat beragam respon dari Indonesia. Salah satunya, dari Institut Agroekologi Indonesia (INAgri).

Menanggapi laporan Bank Dunia, Dewan Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) Achmad Yakub mengatakan, kemungkinan besar harga beras Indonesia tertinggi di ASEAN bisa jadi benar. Namun untuk kawasan Asia, harga beras di Jepang dilaporkan masih lebih tinggi, yakni sekitar Rp30.000 per kilogram.

Ia menyatakan, ada beberapa faktor yang mengakibatkan harga beras di Indonesia disebut yang tertinggi di ASEAN. Terutama rantai pasokan produksi beras yang panjang dan tidak efisien.

“Beda dengan yang saya lihat di Taiwan. Petani di sana menanam, kemudian (diproses dengan) alsintan baik yang disewa atau milik sendiri. Ketika panen gabah itu masuk ke karung, dbawa ke rice milling, terus pakai mesin drying. Sehingga tidak ada pembeli penebas, tidak ada pengepul, tidak ada tengkulak,” ungkap Achmad sebagaimana melansir VOA, Selasa (20/12/2022).

Menurutnya, rantai pasokan yang panjang dan tidak efisien ini diakibatkan oleh pendekatan petani yang bersifat kekeluargaan. Bukan bersifat industri, yang menurutnya sudah mengakar sejak lama.

Stabilkan Harga Beras, Pemerintah Telah Tetapkan HPP

Maka dari itu, katanya, guna mengimplementasikan suatu rantai pasokan yang lebih efisien. Negara hadir dengan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) yang diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Guna menertibkan hal ini, pemerintah menawarkan bantuan lewat sistem Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar petani tidak terjebak dengan para tengkulak. Namun, katanya, seringkali petani terhambat mendapatkan KUR karena tidak memiliki jaminan.

Diwartakan sebelumnya, Bank Dunia melaporkan harga beras di Indonesia lebih tinggi dari negara-negara ASEAN lain selama satu dekade terakhir. Berdasarkan laporan Bank Dunia Indonesia Econic Prospect (IEP) edisi Desember 2022, harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dari harga di Filipina.

Bahkan, harga beras di Tanah Air dua kali lipat harga di Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Thailand. “Konsumen Indonesia membayar beras dan makanan pokok lainnya lebih tinggi daripada negara tetangga,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, Selasa (20/19/2022). (gi/ab)

Penulis: Pewarta
Editor: Devi Nila Sari

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *