Akurasi.id – Pada Minggu, 16 Juni 2024, Masjid Agung Al-Azhar di Jakarta Selatan dan beberapa komunitas muslim di Yogyakarta melaksanakan shalat Idul Adha lebih cepat dari ketetapan pemerintah yang menetapkan 17 Juni 2024 sebagai Hari Raya Idul Adha. Perbedaan ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Artikel ini akan mengupas alasan di balik perbedaan waktu pelaksanaan shalat Idul Adha tersebut.
Shalat Idul Adha di Masjid Agung Al-Azhar
Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menggelar shalat Idul Adha pada pukul 08.00 WIB. Kepala Kantor dan Pengurus Takmir Masjid Agung Al-Azhar, Tatang Komara, menjelaskan bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha yang lebih cepat ini didasarkan pada waktu wukuf di Arafah. Menurut Tatang, berdasarkan hasil musyawarah, shalat Idul Adha tahun ini merujuk kepada waktu wukuf di Arafah yang jatuh pada Sabtu, 15 Juni 2024. Oleh karena itu, 10 Dzulhijjah 1445 H jatuh pada Minggu, 16 Juni 2024.
Salah satu jemaah, Sukoco, menganggap perbedaan waktu ini sebagai hal yang biasa. “Itu hal biasa ya. Kan ada yang berpendapat rukyatul hilal-nya harus satu matla, ada juga yang berpendapat bahwa setiap negara beda-beda. Yang penting sama-sama enak aja,” ujarnya. Khadijah, jemaah lainnya, mengatakan bahwa ia mengikuti waktu wukuf di Arafah. “Kalau menurut saya, saya pribadi, waktunya sesuai wukuf,” tambahnya.
Shalat Idul Adha di Yogyakarta
Di Yogyakarta, Persaudaraan Mubalig Jogja (PMJ) mengadakan shalat Idul Adha di area parkir GOR Amongrogo. Salat dimulai sekitar pukul 06.50 WIB dengan imam Ustaz Syharullah dan khatib Hanafi Rais, putra Amien Rais. Humas PMJ, Abu Adam, menjelaskan bahwa keputusan untuk melaksanakan shalat Idul Adha lebih cepat ini diambil berdasarkan pendapat mayoritas ulama dari berbagai mazhab yang merujuk pada waktu wukuf di Arafah. “Ketika pemerintah Arab Saudi telah menentukan bahwa 9 Dzulhijah jatuh pada Sabtu (15/6), maka otomatis 10 Dzulhijah jatuh pada hari ini. Karena itu kami melaksanakan salat hari ini,” jelas Adam.
Selain PMJ, Jemaah Majelis Sholawat Asyghil Kubro di Bantul juga melaksanakan shalat Idul Adha pada hari yang sama. Ketua Panitia Salat Iduladha, Ibnu Alie, mengatakan bahwa mereka mengikuti rukyat atau isbat penduduk di Mekah. “Kalau untuk Idulfitri mengikuti rukyat global, sedangkan Iduladha rukyat Makkah. Jadi apapun Mekah mulai, kami mulai,” ujar Alie.
Mengapa Ada Perbedaan?
Perbedaan waktu pelaksanaan shalat Idul Adha ini terutama disebabkan oleh metode penentuan tanggal 10 Dzulhijjah yang berbeda. Pemerintah Indonesia menggunakan hasil sidang isbat berdasarkan pantauan hilal di 114 titik di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan beberapa komunitas muslim, seperti di Masjid Agung Al-Azhar dan PMJ Yogyakarta, mengikuti waktu wukuf di Arafah yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi.
Keputusan pemerintah Indonesia untuk menetapkan 17 Juni 2024 sebagai Hari Raya Idul Adha didasarkan pada kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang mensyaratkan hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
Perbedaan waktu pelaksanaan shalat Idul Adha antara Masjid Agung Al-Azhar dan beberapa komunitas di Yogyakarta dengan ketetapan pemerintah Indonesia menunjukkan adanya keragaman dalam metode penentuan hari besar Islam. Meskipun berbeda, yang terpenting adalah semangat kebersamaan dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah. Semoga perbedaan ini dapat diterima dengan bijak oleh seluruh umat muslim dan tetap mempererat tali persaudaraan.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani