Setoran Pajak Jeblok Awal 2025, Defisit APBN Mulai Mengkhawatirkan

Wili Wili
3 Min Read
Setoran Pajak Jeblok Awal 2025, Defisit APBN Mulai Mengkhawatirkan. Foto: Cnn.

Jakarta, Akurasi.id – Penerimaan pajak pada dua bulan pertama tahun ini mengalami penurunan tajam. Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa setoran pajak per Februari 2025 hanya mencapai Rp187,8 triliun, atau baru 8,6% dari target tahunan. Angka ini anjlok 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp269,02 triliun.

Anjloknya penerimaan pajak ini turut berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hingga 28 Februari 2025, APBN mencatat defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Belanja negara telah mencapai Rp348,1 triliun, sementara pendapatan baru menyentuh Rp316,9 triliun.

Penyebab Penurunan Penerimaan Pajak

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan penurunan drastis penerimaan pajak tahun ini. Pertama, harga komoditas utama mengalami penurunan signifikan. Batu bara turun 11,8% secara year-on-year (yoy), minyak turun 5,2%, dan nikel anjlok 5,9%.

Kedua, masalah administrasi juga turut berkontribusi terhadap turunnya penerimaan pajak. Beberapa kebijakan seperti penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk Pajak Penghasilan (PPh) 21 serta relaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri disebut menjadi penyebab utama hambatan dalam penerimaan pajak.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga menyoroti dua penyebab utama penurunan pajak hingga 30,2% dalam akumulasi hingga Februari 2025. Pertama, pengembalian lebih bayar pajak (restitusi) tahun 2024 yang dibayarkan pada Januari 2025 mencapai Rp265,67 triliun atau tumbuh 18,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kedua, gangguan pada sistem perpajakan Coretax yang menyebabkan keterlambatan pelaporan PPN, membuat banyak pelaku usaha menahan transaksi.

Ekonom: Penurunan Pajak Cerminkan Masalah Ekonomi Serius

Sejumlah ekonom menilai bahwa anjloknya setoran pajak merupakan indikasi melemahnya aktivitas ekonomi Indonesia. Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengkritik sikap pemerintah yang hanya menyalahkan faktor teknis dan harga komoditas tanpa mengakui adanya permasalahan struktural dalam perekonomian.

“Penurunan ini menunjukkan adanya masalah struktural seperti melemahnya konsumsi domestik, rendahnya profitabilitas perusahaan, serta gangguan dalam administrasi perpajakan akibat implementasi sistem Coretax yang belum matang,” ujar Syafruddin, Jumat (14/3/2025).

Syafruddin juga menyoroti penurunan setoran PPN dalam negeri (PPN DN) yang hanya mencapai Rp102,5 triliun atau turun 9,53% dibandingkan realisasi Februari 2024 yang sebesar Rp113,3 triliun. Menurutnya, ini merupakan sinyal melemahnya daya beli masyarakat yang seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah.

“Menutup-nutupi masalah dan mempertahankan kebijakan yang tidak efektif hanya akan memperburuk kondisi ekonomi serta menurunkan kepercayaan investor dan masyarakat terhadap pemerintah,” tambahnya.

Prospek dan Tantangan Pajak 2025

Melihat tren negatif ini, pemerintah perlu mengambil langkah cepat dan strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak serta mengatasi defisit APBN yang sudah muncul sejak awal tahun. Reformasi sistem perpajakan dan peningkatan daya beli masyarakat menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi.

Sementara itu, pemerintah masih optimistis bahwa penerimaan pajak akan kembali membaik seiring dengan perbaikan harga komoditas dan peningkatan efektivitas kebijakan fiskal dalam beberapa bulan mendatang.(*)

Penulis: Nicky
Editor: Willy

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *