JAKARTA, Akurasi.id – Kemal Redindo Syahrul Putra, putra mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), mengakui di persidangan bahwa dirinya terbiasa menerima fasilitas tiket pesawat yang dibiayai oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Pengakuan ini terungkap dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/5/2024).
Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan
Dalam persidangan, Dindo, sapaan akrab Kemal Redindo, menjelaskan bahwa penerimaan fasilitas tiket pesawat awalnya ditawarkan oleh pihak Kementan. Namun, kebiasaan tersebut berlanjut menjadi rutinitas setiap kali ia melakukan perjalanan.
“Awalnya mereka yang menawarkan, dan menjadi kebiasaan kami kalau setiap mau berangkat harus melapor ke mereka,” kata Dindo menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Ponto.
Hakim Rianto kemudian menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak benar karena uang yang digunakan berasal dari dana negara. “Tahu enggak saudara kebiasaan itu kebiasaan yang buruk?” tanya hakim Rianto. Dindo mengakui bahwa dirinya mengetahui hal tersebut, namun kebiasaan tersebut tetap berlanjut.
Penggunaan Dana Negara untuk Kepentingan Pribadi
Selain tiket pesawat, Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan, Sukim Supandi, dalam kesaksiannya mengungkapkan bahwa Dindo juga meminta uang sebesar Rp 111 juta untuk pembayaran aksesoris mobil dan Rp 200 juta untuk renovasi kamar.
Dalam kesaksiannya, Rininta Octarini, Protokol Menteri Pertanian era SYL, juga menyebut bahwa permintaan tiket pesawat tidak hanya untuk Dindo tetapi juga untuk anak SYL yang juga anggota DPR fraksi Nasdem, Indira Chunda Thita, dan cucu SYL, Andi Tenri Bilang Radisyah.
Grup WhatsApp ‘Saya Ganti Kalian’
Fakta menarik lainnya yang terungkap dalam persidangan adalah adanya grup WhatsApp bernama ‘Saya Ganti Kalian’ yang digunakan untuk komunikasi antara protokol dan staf Sekretariat Menteri. Rininta Octarini menjelaskan bahwa grup ini berisi arahan dan teguran dari mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, terkait kesalahan jadwal, pilihan penerbangan, dan hotel.
Kasus Dugaan Pemerasan dan Gratifikasi
Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar selama periode 2020 hingga 2023, bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023, Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023, Muhammad Hatta.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan penggunaan dana negara untuk kepentingan pribadi dan keluarga SYL, yang jelas-jelas melanggar etika dan aturan pemerintahan.
Penegasan Hakim
Hakim Rianto dalam persidangan berulang kali menegaskan kepada Dindo bahwa kebiasaan menerima fasilitas dari dana negara adalah tindakan yang buruk dan tidak dapat dibenarkan. “Kenapa saya bilang buruk. Karena enggak mungkin diambil dari uang pribadi mereka, pasti diambil dari uang kementerian. Uang kementerian itu kan uang negara,” kata hakim Rianto.
Kasus ini menjadi contoh nyata betapa pentingnya pengawasan dan transparansi dalam penggunaan dana negara. Kebiasaan yang dianggap biasa oleh beberapa pihak ternyata bisa berujung pada pelanggaran hukum yang serius.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani