Akurasi.id. Jakarta, 15 Mei 2024 – Rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming untuk menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 memicu pro dan kontra di kalangan pengamat politik dan publik. Isu ini tidak hanya menyentuh aspek efektivitas pemerintahan tetapi juga dampaknya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pro-Kontra di Kalangan Pengamat
Rencana penambahan kementerian ini menuai tanggapan beragam. Pengamat Hukum Tata Negara Feri Amsari menyatakan bahwa penambahan kementerian berpotensi menjadi pemborosan anggaran negara. “Kehadiran kementerian baru memicu lebih banyak aturan soal tugas, fungsi, dan wewenang kementerian. Ini adalah bentuk pemubaziran anggaran,” kata Feri kepada Kontan.co.id pada 14 Mei 2024.
Feri juga menyoroti biaya operasional yang tinggi untuk mendirikan kementerian baru, termasuk pembiayaan tenaga kerja, infrastruktur, dan penyediaan kantor di 38 provinsi. Menurutnya, belum pernah ada kekurangan menteri sejak diberlakukannya UU Nomor 39 Tahun 2008.
Sejalan dengan Feri, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebutkan bahwa usulan penambahan kementerian sebagai ide yang baik, namun menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitasnya. “Usulan itu baik, tapi apakah baik untuk fungsi pemerintah nanti karena menggunakan uang rakyat, APBN,” ujar Trubus kepada Kontan.co.id. Trubus malah menyarankan untuk merampingkan kabinet, misalnya dengan menggabungkan Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Perdagangan.
Revisi UU Kementerian oleh DPR
Sementara itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR mulai merevisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Revisi ini dilakukan pada masa sidang V hingga 11 Juli mendatang, meski tidak masuk dalam program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Revisi ini didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 79/PUU-IX/2011 yang meminta penghapusan Pasal 10 terkait wakil menteri.
Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi menyebutkan bahwa revisi ini bersifat kumulatif terbuka, memungkinkan perubahan pada pasal lain, termasuk Pasal 15 yang membatasi jumlah kementerian sebanyak 34. Dalam draf terbaru, jumlah kementerian diusulkan sesuai kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas pemerintahan.
Namun, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menolak revisi ini, menganggapnya hanya untuk mengakomodasi kekuatan politik pendukung pemerintah. “Kementerian negara itu kan bertujuan untuk mencapai tujuan bernegara, bukan untuk mengakomodasikan seluruh kekuatan politik,” kata Hasto di Jakarta pada 13 Mei 2024.
Dampak Penambahan Kementerian terhadap APBN
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menyatakan bahwa penambahan jumlah kementerian dapat menghambat efektivitas pemerintahan. Menurutnya, penambahan ini akan menambah beban APBN karena membutuhkan anggaran besar untuk operasional kementerian baru. “Penambahan jumlah kementerian ini tentunya akan berpengaruh terhadap besaran APBN yang perlu disiapkan pemerintah ke depannya,” ujarnya.
Firman menambahkan bahwa penambahan kementerian juga berisiko meningkatkan tumpang tindih kewenangan antar kementerian dan birokrasi yang semakin rumit. Ia menyarankan agar anggaran negara lebih baik digunakan untuk program-program yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Di sisi lain, Piter Abdullah dari Segara Research Institute menekankan bahwa keputusan menambah kementerian adalah hak prerogatif presiden. “Efektivitas pemerintahan tidak serta merta ditentukan dari jumlah kementerian yang ada, melainkan dari siapa yang berada di dalam pemerintahan itu,” kata Piter.
Namun, Piter mengingatkan bahwa penambahan kementerian akan meningkatkan pengeluaran pemerintah, termasuk gaji pegawai dan anggaran program kementerian baru. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu mempertimbangkan dengan matang rencana ini dan memperhitungkan besaran anggaran yang diperlukan.
Rencana penambahan jumlah kementerian di era pemerintahan Prabowo-Gibran menimbulkan perdebatan tentang efektivitas pemerintahan dan dampaknya terhadap APBN. Meskipun beberapa pihak mendukung, banyak yang khawatir penambahan ini hanya akan membebani anggaran negara dan memperumit birokrasi. Pemerintahan baru diharapkan mempertimbangkan dengan matang segala aspek sebelum mengambil keputusan.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani