Akurasi, Internasional. Markas PBB, New York. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berhasil mencapai kesepakatan melalui voting yang mengesahkan resolusi mendesak gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina. Keputusan ini diambil pada Selasa, 12 Desember 2023, dalam sebuah sidang khusus di New York. Hasil voting menunjukkan dukungan kuat dari sebagian besar negara anggota Majelis Umum PBB untuk menghentikan konflik di Gaza yang telah berlangsung selama beberapa waktu.
Dalam penghitungan suara, 153 negara mendukung resolusi gencatan senjata, sementara hanya 10 negara yang menolak. Di antara negara-negara yang menolak termasuk Amerika Serikat dan Israel. Selain itu, 23 negara memilih untuk abstain, termasuk Inggris, Argentina, Italia, dan Ukraina.
Resolusi ini diinisiasi setelah Mesir menggunakan resolusi 377A untuk mendorong pembahasan situasi kritis di Gaza yang semakin memburuk. Resolusi 377A digunakan oleh Mesir sebagai respons terhadap veto Amerika Serikat terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB terbaru yang menyangkut gencatan senjata di Gaza.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB gagal mencapai kesepakatan terkait gencatan senjata karena veto yang diberikan oleh Amerika Serikat. Upaya tersebut menggambarkan ketidaksepakatan di antara anggota tetap Dewan Keamanan terkait langkah-langkah konkret untuk mengakhiri konflik di Jalur Gaza.
Resolusi yang disetujui oleh Majelis Umum PBB ini mencerminkan dorongan besar dari komunitas internasional untuk menghentikan kekerasan dan mencapai gencatan senjata di kawasan yang dilanda konflik tersebut.
Meskipun resolusi ini bersifat tidak mengikat secara hukum, pengesahan oleh Majelis Umum PBB menciptakan tekanan politik dan moral terhadap Israel dan pihak-pihak terkait untuk mematuhi seruan gencatan senjata. Namun, tantangan tetap ada dalam menerapkan resolusi ini, mengingat penolakan beberapa negara termasuk Israel yang telah menegaskan bahwa mereka tidak akan tunduk pada tekanan internasional.
Dalam pernyataannya, Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyebut hasil voting ini sebagai “hari bersejarah” yang menandai pengiriman pesan kuat dari Majelis Umum. Masyarakat internasional, melalui voting ini, mengekspresikan keprihatinan mereka terhadap situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza.
Resolusi yang dihasilkan oleh Majelis Umum PBB tidak hanya menuntut gencatan senjata segera tetapi juga menyerukan perlindungan terhadap warga sipil, akses kemanusiaan yang memadai, dan pembebasan tanpa syarat atas semua sandera. Hal ini mencerminkan keprihatinan mendalam terhadap dampak konflik terhadap masyarakat sipil yang rentan, termasuk perempuan, anak-anak, dan kelompok masyarakat yang membutuhkan perlindungan khusus.
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, memberikan tanggapan atas kegagalan Dewan Keamanan PBB sebelumnya untuk mengesahkan resolusi gencatan senjata. Dalam sebuah diskusi di Jenewa, Retno menyatakan keprihatinannya terhadap tindakan Israel yang dinilainya melanggar hukum humaniter internasional. Ia juga mengajak negara-negara anggota PBB untuk memperbarui komitmen mereka terhadap penegakan hak asasi manusia dan menyesalkan adanya standar ganda dalam penegakan hak asasi manusia.
Meskipun perjuangan untuk mencapai gencatan senjata dan menciptakan kondisi kemanusiaan yang lebih baik di Gaza masih berlangsung, pengesahan resolusi oleh Majelis Umum PBB menjadi langkah positif dalam mendukung upaya perdamaian di kawasan tersebut. Tanggapan dan langkah-langkah selanjutnya dari pihak-pihak yang terlibat akan menjadi penentu keberhasilan implementasi resolusi ini dan menciptakan kondisi yang lebih stabil di Jalur Gaza.(*)
Editor: Ani