Saat Pandemi Perlahan Merengut Kebebasan, Merah Putih Tetap Berkibar Merdeka di Puncak Sebatik

Devi Nila Sari
7 Min Read
Anak pecinta alam di Kaltim merayakan kemerdekaan Indonesia dengan mengibarkan bendera merah putih di puncak Sebatik. (Fajri/Akurasi.id)
Saat Pandemi Perlahan Merengut Kebebasan, Merah Putih Tetap Berkibar Merdeka di Puncak Sebatik
Anak pecinta alam di Kaltim merayakan kemerdekaan Indonesia dengan mengibarkan bendera merah putih di puncak Sebatik. (Fajri/Akurasi.id)

Embun menyelimuti pagi, membasahi puncak Sebatik. Fajar belum meninggi kala hentakan langkah membentuk barisan. Tangan terangkat memberi hormat. Sang saka merah putih berkibar perkasa. Mengabarkan merdeka tak boleh terengut epidemi.

Akurasi.id, Bontang – Suara dering handphone membuyarkan lamunan Ari Saeful. Pria itu kemudian meraih ponselnya yang berada di atas meja. Pacet, demikian nama itu terpampang di layar gawai. “Halo, kenapa, Pacet,” ucap Ari, meletakkan ponsel di telinga kanan.

Tanpa basa-basi, Pacet menyampaikan maksud dan tujuan. “Maaf bang, kalau besok enggak sibuk, saya mau ajak abang buat ikut pengibaran bendera di puncak Sebatik, memperingati HUT RI ke-76,” ucapnya.

“Sama siapa aja,” tanya Ari penasaran.

“Sama komunitas pecinta alam bang, ada yang dari Samarinda dan Kutai Timur juga,” sambung pria itu menjawab pertanyaan Ari.

“Ohh. Oke. Saya pikir-pikir dulu ya,” kata Ari.

“Siap bang, saya tunggu kabarnya,” timpal Pacet. Telepon kemudian terputus.

[irp]

Pria 24 tahun itu kemudian meletakkan kembali ponsel Androidnya ke atas meja. Dia lalu merenung, memikirkan tawaran dari Pacet, yang merupakan salah satu juniornya di komunitas Mahasiswa Pecinta Alam. Setelah sekian lama berpikir, Ari memutuskan untuk ikut bergabung dalam acara itu. Dia lalu memberi kabar melalui pesan singkat WhatsApp kepada Pacet.

Menyusuri Dinginnya Jalan Setapak Gunung Sebatik

Saat Pandemi Perlahan Merengut Kebebasan, Merah Putih Tetap Berkibar Merdeka di Puncak Sebatik
Novita Rahayu mengibaskan umbul-umbul merah putih di puncak sebatik. (Fajri/Akurasi.id)

Senin (16/08/2021), sekira pukul 16.00 Wita. Ari yang sedari tadi nongkrong di kedai kopi, kemudian beranjak kembali ke rumahnya. Sesampai di rumah, ia mulai mempersiapkan segala kebutuhan pribadi untuk dibawa ke puncak Sebatik. Kompor, nesting, tenda, pakaian ganti, dan lainnya, disusun rapi dalam tas berukuran cukup besar. Setelah semua dipersiapkan, Ari bergegas mandi dan berganti pakaian.

Menit berbilang jam, usai adzan magrib berkumandang, handphone Ari kembali berbunyi. Kali ini ia menerima informasi bahwa titik kumpul sebelum keberangkatan berada di Indomaret Simpang Tiga Bontang-Samarinda-Kutim. Ari bersiap, mengenakan helm dan jaket warna biru, dia mengendarai motor sekitar 10 menit menuju titik temu.

[irp]

Setiba di simpang tiga yang dimaksud, Pacet dan puluhan peserta lain sudah menunggu. “Salam lestari,” teriak Ari dari atas kendaraannya.

“Lestari,” dijawab serentak oleh puluhan anggota komunitas pecinta alam itu. Kemudian bersambut tawa dan pelukan hangat.

Tak lama, setelah semua peserta berkumpul. Mereka kemudian beranjak ke arah Jalan Poros Bontang-Samarinda. KM 13, Desa Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur, titik awal sebelum pendakian.

“Semua berkumpul, sebelum berangkat kita baca doa dulu,” ucap Pacet, yeng memiliki nama asli Muslimin. Nama itu pemberian seniornya di Mapala katanya.

[irp]

Puluhan peserta merunduk, berdoa menurut kepercayaannya masing-masing. Doa selesai, semua bersiap memulai perjalanan. Waktu menunjukkan pukul 21.00 Wita. Senter di kepala satu-persatu menyala. Pacet memimpin barisan. Ari berada di posisi paling belakang, sebagai swepper.

Dalam pelukan malam yang dingin, mereka mulai melangkahkan kaki menerabas hutan. Karena malam, jarak pandang jadi terbatas, ditambah jalanan tanah yang licin sehabis hujan. Butuh waktu sekira 30 menit menuju pos 1. Jalan semakin menanjak, beberapa peserta memilih menepi di bawah pohon, sekadar bersandar dan melepas dahaga.

Pos 2, 3, dan 4 mereka lalui. Tak terasa, jarum jam sudah membidik angka 23.30 Wita. 15 menit lagi sampai di puncak Sebatik. Lutut Ari mulai terasa keram, punggungnya juga terasa panas, akibat menompang bawaan yang cukup berat.

“Selamat datang kawan-kawan,” teriak seseorang dari arah puncak, disambut tepuk tangan meriah peserta yang sudah lebih dulu sampai di lokasi. Pacet dan rombongan baru saja sampai di puncak. Satu persatu merebahkan badan ke tanah. Pertanda bahwa mereka baru saja melalui rintangan yang berat.

[irp]

Selepas beristirahat sejenak, mereka bergegas membangun tenda. Persiapan untuk tidur. Setelah selesai, Ari mengganti pakaiannya yang basah karena keringat. Dia lalu memanaskan air menggunakan kompor, berencana membuat kopi. “Kopi dan alam adalah teman ngobrol terbaik,” katanya kepada kawan-kawannya yang lain.

Setelah menyantap kopi, pria berbadan tinggi itu bersiap untuk tidur. Diambilnya sebilah kain sarung dari dalam tas. Dengan alas seadanya, dia merebahkan badan. Tak butuh waktu lama untuk Ari larut dalam mimpi. Mungkin akibat kelelahan di perjalanan tadi. Gerimis hujan menjadi pengiring tidur mereka.

Mengibarkan Kemerdekaan di Puncak Sebatik

Saat Pandemi Perlahan Merengut Kebebasan, Merah Putih Tetap Berkibar Merdeka di Puncak Sebatik
Puluhan anggota komunitas pecinta alam memberi hormat pada sang saka merah putih, saat pengibaran bendera di puncak Sebatik. (Fajri/Akurasi.id)

Selasa (17/08/2021), sekira pukul 07.00 Wita, embun masih menyelimuti pagi, sekitar 60 orang terlihat berbaris rapi. Upacara Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-76 sebentar lagi dimulai. Ari bersiap-siap, lalu ikut bergabung dalam barisan.

[irp]

“Rapikan barisan, upacara akan dimulai,” teriak seseorang dari tengah lapangan. Ari dan kawan-kawan mengikuti instruksi, mereka semua berdiri tegap, menghadap tiang bendara yang terbuat dari sebilah kayu.

“Kepada, bendera merah putih, hormat gerak,” teriak pemimpin upacara. Disusul semua tangan peserta menempel di dahi kanan. Lagu Indonesia Raya berkumandang. Perlahan, umbul-umbul bercorak merah putih menaiki tiang. Rasa haru kian menggunung di dada Ari. Seolah dia sedang mengingat perjuangan para pahlawan negeri. Bendera semakin tinggi. Bertepatan dengan selesainya nyanyian lagu kemerdekaan, bendera sampai di puncak batang kayu.

Serangkaian upacara pengibaran bendera pun selesai. Perasaan bahagia tampak begitu terpancar dari raut wajah peserta. Mereka melanjutkan acara dengan berfoto bersama. Ketua Panitia Muhammad Ajir mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud dari kecintaan terhadap negeri, serta untuk mengenang jasa para pahlawan.

Meski terbilang sederhana, acara yang digagas Bontang Club Outdoor (BACOUT) ini mendapat antusias positif dari kalangan pecinta alam. Terbukti, ada setidaknya 15 organisasi pecinta alam yang turut serta dalam kegiatan itu. “Alhamdulillah acara berjalan lancar sesuai dengan persiapan,” kata Muhammad Ajir.

[irp]

Sementara itu, salah satu senior dari Komunitas Bontang Satria Punggawa, Ferry Arifiarko, berpesan, untuk selalu mencintai dan melestarikan alam Indonesia. Walaupun saat ini kondisi negeri sedang tidak baik-baik saja, dia menekankan agar seluruh generasi penerus bangsa tetap memiliki semangat juang. “Semangat Nasionalisme itu sangat penting untuk dijaga,” ucapnya. (*)

Penulis: Fajri Sunaryo
Editor: Dirhanuddin

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *